Wednesday, April 20, 2011

Meraih Mimpi

Bermimpi itu indah. Bermimpi itu menyenangkan.
Semua hal yang tidak kita dapatkan saat ini bisa tercapai melalui mimpi. Mimpi adalah 'jalan keluar' untuk semua permasalahan. Mimpi adalah 'masa depan' yang diharapkan akan segera datang.

Banyak hal di sekitar kita seolah menjual mimpi. Novel-novel roman (picisan) yang banyak kita baca menjual mimpi tentang cinta. Iklan-iklan produk dan poster-poster yang kita baca di pinggir jalan pun menawarkan mimpi. Mimpi untuk menjadi secantik boneka porselen dengan macam-macam produk kecantikan, mimpi untuk menjadi milyuner dengan undian, dan banyak mimpi-mimpi lainnya yang menjadikan pengharapan dalam diri semakin besar.

Pertanyaannya, salahkan kita bermimpi? Atau mungkin harus saya bilang, haruskah kita bermimpi tinggi?

I must say, I'm a dreamer. Saya adalah satu dari sekian banyak orang yang termakan dengan bujuk rayu mimpi. Harapan-harapan kehidupan yang selama ini belum bisa saya dapatkan, kesempurnaan yang sekirannya tidak mungkin terjadi, semua itu saya lampiaskan dengan bermimpi.
Tapi apa gunanya mimpi ketika kita tidak berusaha mendapatkannya? Maka inilah jalan ke dua setelah 'bermimpi': menggapainya.

Setinggi apa seseorang dapat bermimpi? Ada yang mengatakan, "bermimpilah setinggi-tingginya". Atau satu kalimat lain yang sangat menyentuh hati, "bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu". Lalu bagaimana dengan realita?


"Berdamailah dengan realita, agar kau tak jatuh terlalu jauh."

"Mungkinkah aku berdamai dengan realita ketika mimpi yang kubangun terlalu tinggi?"

"Mungkin."

"Bukankah ketika aku harus berdamai dengan realita aku mesti meletakkan sebagian dari mimpi itu?"

"Mungkin."

"Dan itu berarti aku tidak bisa bermimpi terlalu tinggi."

"Tidak juga."

"Lalu apa yang harus kulakukan?"


***


Bermimpi tinggi memiliki sebuah syarat: menabahkan hati untuk kekecewaan yang cukup dalam. Selayaknya burung belajar terbang, ia akan selalu jatuh. Maka apa yang diharapkan seseorang dalam mimpinya bisa sewaktu-waktu terenggut meskipun mimpi dan semangat meraih mimpi itu sedang dalam titik tertinggi.

Lalu, apakah saya kapok bermimpi?
Sepertinya tidak. Meskipun sebuah lubang menganga yang saya rasakan dalam diri saya masih perlu beradaptasi, saya tidak takut bermimpi. Mungkin sebagian dari saya belum siap menerima mimpi yang begitu besarnya menggerogoti pikiran saya selama ini. Dan mungkin sang waktu belum mengijinkan saya menyapa mimpi saya.

Tapi satu hal yang harus saya pelajari lagi, saya harus belajar berdamai dengan realita.


 And I ask You, God.. May the dream come true..

No comments:

Post a Comment