Wednesday, July 31, 2013

Ticketing Stuff


Setelah pengumuman penjualan tiket konser band yang saya tunggu-tunggu akhirnya dikeluarkan juga, rasanya hati ini nggak tenang. Yang pertama, pemindahan venue. Yang tadinya indoor jadi outdoor. Jujur saya sih kecewa berat. Mengingat November dan konser outdoor di Indonesia itu kalau digabungkan auranya agak membahayakan (baca: hujan). Dan lagi band ini berasa lebih gimanaaaaa gitu kalau konsernya indoor. But well, mau gimana lagi? Sudah ada pengumumannya, dan sudah fixed. Mau nggak mau tetep harus diterima meskipun kuciwanya setengah mati.

Yang ke dua, harga tiket. Sejujurnya, saya berharap harga tiketnya jauh lebih mahal dari yang dituliskan sama promotor. Bahkan saya ngarep banget bisa ada zones juga seperti konser yang di KL (dimana di sana zone-nya dibagi menjadi 4). See? Ternyata di sini hanya ada dua jenis tiket dengan selisih harga yang kurang signifikan dan asumsi pertama saya waktu itu, zone-nya setidaknya ada dua lah. Ternyata.. saya salah besar. Hanya ada satu kelas, kelas festival. Dan dua harga yang saya bilang selisihnya kurang signifikan tadi ternyata adalah beda harga antara yang pre-sale dan reguler. Seketika itu juga saya lemes. Kelas festival semua berarti saya harus berjuang supaya bisa nonton di depan sendiri. Terutama dengan sistem pertiketan konser di Indonesia yang nggak ada nomernya, pembagian section masuknya, dan harus ditukarkan di hari-H dengan aturan first come first served. Artinya, saya harus atur strategi biar bisa dapat posisi di paling depan. Baiklah. Kita tinggalkan dulu yang itu karena konsernya juga masih lama.

Dan terakhir, yang paling krusial adalah, berburu tiketnya.
Entah benar atau tidak, tapi saya merasa banyak yang mengeluhkan kinerja dari promotor konser ini. Yah, memang sih, mereka mem-promote tur yang sama di tiga negara berbeda, dan juga masih banyak event (lebih besar) yang mereka selenggarakan. Tapi terkesan sangat suck kalau beberapa hari menjelang penjualan tiket pun tidak ada informasi jelas. Apalagi dari pihak labelnya sudah mengumumkan penjualan tiket akan dilakukan serentak. Dan info yang di Indonesia, meskipun tiketnya sudah ketahuan bakal dibeli dimana, tetap saja informasinya juga belum jelas. Ketar-ketirlah kami, terutama dengan pengalaman fans lainnya yang pernah tidak kebagian tiket. Well, akhirnya saya, teman saya di Jogja, dan dua orang Philippines yang mau nonton bareng di sini juga langsung atur strategi. Tujuannya adalah, kami pengen dapat tiket secepatnya. Biar nggak deg-degan lagi dan semua urusan kelar. Dan Senin kemarin, fiuuhh.. akhirnya semuanya kelar juga. Well.. not really..

Awalnya pengumumannya bilang penjualan tiket dilakukan serentak jam 9 pagi. Ini berita official-nya. Dan ada juga informasi yang didapat sebelumnya kalau penjualan kemarin hanya berlaku online. Jadi kita belum bisa beli secara offline di outlet/kantor yang ditunjuk. Saya sih happy-happy aja karena saya memang tujuannya cari tiket yang online. Apalagi dengan berkurangnya saingan, well.. seneng kan ya? Eh, ternyata, H-1 ada pengumuman kalau pembelian secara online baru bisa dilakukan jam 10 pagi, sedangkan pembelian offline (di kantornya langsung) bisa dilakukan sejak jam 9 pagi. Otomatis saya senewen. Apalagi di grup sudah mulai ribut. Saya semakin stress. Nggak tau apa yang memicu saya stress pokoknya saya pengen dapat cepet-cepet aja.
Setelah kami berempat online dan menunggu sampai sekitar jam setengah 10 kurang, saya sempat mengamati riweuh-nya teman-teman saya yang dari Philippines itu buat cari tiket yang di KL. Antara mupeng karena mereka dapat red zone (which is depan sendiri dan dekat sekali T__T), dan tidak lama setelah mereka dapat, red zone-nya sold out. -__-“ Oke. Saya mulai shock.

Beberapa kali refresh akun saya di situs online penjualan tiketnya, itu event belum available-available juga buat dipesan. Akhirnya sekitar jam setengah 10 lebih sedikit, saya refresh dan taraaaa..!! di sanalah event yang saya cari. Dengan panik saya langsung klik dan ikuti prosedur yang sebelumnya sudah saya pelajari. Sambil berkomunikasi dengan teman-teman saya tentunya, pada dapet apa nggak. Bahkan yang di Jogja juga mback-up-in dengan order juga, in case saya gagal dapat. Bodohnya, karena panik, waktu masuk page opsi pembayaran, saya nggak lihat metode yang bisa saya pilih, dan dengan sangat bego-nya langsung saya back (karena panik jangan-jangan saya lupa mencet apaaa gitu). Akibatnya, saya harus ngulang dari awal lagi dan baru ke dua kalinya saya sadar kalau saya cuma harus scrolling halamannya ke bawah. *tepok jidat* Dan setelah itu, well.. bayar dan akhirnya saya bisa dapet tiket presale-nya. Begitu juga dengan kedua teman yang berjuang di negara lain itu (meskipun mereka semacam lebih riweuh).. :D
Nah, yang mengejutkan, cuma beberapa menit setelah itu, ada pengumuman kalau tiket presale sudah tidak available, habis. Wow. Ternyata cepat juga habisnya. Dan bahkan ada yang laporan kalau sejak counternya di buka jam 9 sampai tiket presale-nya habis itu, yang dilayani di sana baru 11 orang. Cuma mereka yang kebagian. Gee. I didn't expect that.. XD

Dan jadilah hari itu saya malah semacam memantau perkembangan penjualan tiketnya. Well, I can't help it. Lagipula anak-anak grup banyak yang protes dan ribut juga, entah gimana cara bayarnya, harganya berapa, dll (and honestly, that’s kind of annoying). Dan bahkan sekitar siang itu (belum sore pokoknya), ada kabar bahwa dari 3000 kuota yang disediakan, 2000-an udah terjual. Mehh.. Seriously?? :O Saya antara bangga tapi juga jadi nervous besok pas nonton gimana. LOL

Well, yang jelas, kata salah satu yang memantau di kantor penjualan tiket resminya, petugasnya sampai kewalahan ngurusin semua pembeli yang ternyata memang hari itu membludak sekali. Bahkan sempat ada insiden pajak yang harus dibayarkan untuk tiketnya lupa dimasukkan ke harga tiketnya sekalian. Jadilah besok saya pas nonton harus bawa duit pajak buat dibayarkan. XD Dan pihak promotornya pun ikut jualan tiketnya langsung jadinya, tapi cuma di Bandung.

Saya nggak tahu sejauh mana kepopuleran band ini di sini. yang jelas sih jauh, jauuuhh lebih banyak dari awal pertama kali saya suka (ya iyalah~). Waktu itu, dengar namanya pun mungkin orang sudah berasa "ziiiiiinng~, apaan tuh?”. Sekarang? Banyak sekali yang menunggu mereka datang. Bangga, jelas. Tapi harapan saya, semoga yang suka dengan mereka benar-benar suka dan nggak cuma ngikutin arus saja. As I said over and over again, I hate mainstream. And this band's too precious to be one of them. Dan saya berharap semoga tahun depan saya bisa lihat dimanaaa gitu. Mengingat tahun ini saya "belum direstui" untuk bisa nonton di KL atau S'pore. Tapi, dengan terwujudnya beberapa harapan saya di tahun ini, saya semakin yakin kalau tahun depan saya bahkan bisa mengusahakan ke sana.. :3
Well, kepedean sih. tapi biarlah. Amiin~ Dan beruntung sekali beberapa orang di fandom benar-benar bisa menyemangati saya untuk itu. Yeah~ Mungkin kami malah bisa reunian di sana suatu hari (eh, tapi kan belum pernah ketemu langsung ya? apa bisa disebut reunian? XD).

Oh, well..

LET'S WAIT FOR NOVEMBER!! I'M COMING, BABY~!!!! *excited*

Sunday, July 21, 2013

Impulsive Buying. Again.


Beberapa waktu yang lalu, saat saya ke luar kota, ada satu ritual yang lakukan di Bandara. Dan ritual itu adalah book hunting di salah satu toko buku impor yang mudah saja ditemui di sudut-sudut bandara baik di Jakarta maupun di Surabaya (tempat saya pergi waktu itu). Yep, book hunting kali itu menghasilkan dua buah buku yang akhirnya menelan uang saku saya selama ke luar kota 2 hari. No, I'm not complaning.. :D

Anyway, pas di Surabaya, kebetulan penerbangan saya ditunda berapa jam gara-gara semua jadwal penerbangan waktu itu molor. Kami (saya, si bos, dan satu orang klien dari salah satu perusahaan farmasi) akhirnya harus cari tempat santai yang pas untuk menunggu. Pilihan mereka jatuh ke tempat pijat refleksi, sementara saya agak enggan dipencet-pencet meskipun sempat diajak refleksi juga sama si bos. Akhirnya secara impulsif saya putuskan untuk masuk ke toko buku yang letaknya bersebelahan dengan tempat refleksi. 

Sebenarnya, niat saya waktu itu adalah nyari Dualed (buku si Elsie yang pernah saya bahas di sini). Cuma, saya cari-cari sampai stress pun nggak akan ketemu karena setelah saya tanya, bukunya beneran nggak ada. Bahkan di bandara di Jakarta sekalipun saya sudah coba. Belakangan saya tahu kalo pemesanan di toko ini yang online pun bukunya harus diimpor dulu. Ya ampun, Elsie.. Ngenes banget sumpah cuma mau beli bukumu aja.. -_-
Dan dengan demikian, saya otomatis harus kreatif nyari buku apa yang mau saya beli, mengingat, saya bertekad harus keluar membawa 'sesuatu'. 

Pada saat itulah saya melihat ke dua buku ini: Don't You Forget about Me dan Reboot. Buku pertama, genrenya lebih drama (yang setelah saya baca benar2 masuknya ke romcom - romantic comedy). Sedangkan buku ke dua, lebih mengarah ke action sci-fi. Sejenis Dualed lah. Sangat bertolak belakang bukan?
Entah kenapa waktu pegang DYFAM, saya berasa nggak mau ngelepas buku itu karena tag-line yang dijual adalah, "A story for every girl who wishes she'd never met him" yang pas banget sama perasaan saya waktu itu (#eh, malah curhat). The point is, I didn't wanna let go of this book. And there's this Reboot yang pas dibaca sinopsisnya juga oke banget, dan bikin saya dilema. Meskipun sempat terpikir mau cari versi soft-file-nya Reboot aja, akhirnya saya nggak bisa nahan godaan. Dua-duanya saya bawa ke kasir. Ludes deh uang saku saya selama ke Bandung dan Surabaya.. (-__-)"

And here are the reviews:

1. Reboot (by Amy Tintera)



Buku ini berlatar belakang futuristik dan menceritakan tentang Wren Connolly yang setelah ditembak sampai mati di usia 12 tahun, dia bangkit lagi menjadi seorang reboot. Sebenarnya tidak semua orang yang sudah meninggal bisa jadi reboot. Hal ini bisa terkait beberapa hal, termasuk tangguh atau tidaknya orang tersebut semasa hidup. Adanya reboot sendiri diakibatkan oleh virus KDH yang menjangkit manusia. Jika seseorang kena virus itu dan tewas, maka kemungkinan besar ia akan menjadi reboot. Dan mostlyreboot hanya terjadi pada anak-anak dan remaja (jarang sekali orang dewasa menjadi reboot). Dan kalaupun seseorang meninggal tidak karena KDH, masih ada kemungkinan ia tetap me-reboot jika ia pernah beberapa kali terjangkit virus tersebut. Semakin lama seseorang yang sudah meninggal bangkit menjadi reboot, semakin powerful juga sosok reboot tersebut, termasuk semakin tidak mirip sifat mereka dengan manusia. Reboot digambarkan sebagai sosok yang kurang emosional, and well yeah.. pretty much like a robot. Bahkan reboot bisa menyembuhkan diri sendiri ketika mereka terluka. Jika waktu antara meninggal dengan bangkitnya orang tersebut semakin sedikit, sifat-sifat manusia dalam diri mereka cenderung masih terlihat. Reboot-reboot tersebut pada akhirnya akan diberdayakan menjadi tentara oleh HARC (Human Advancement and Repopulation Corporation). Karena bisa dikatakan bahwa sosok reboot sendiri ditakuti manusia awam (karena kekuatan mereka), sehingga setiap tingkah laku reboot juga harus dipantau dan dikontrol.

Wren sendiri mati selama 178 menit dan hal ini menjadikan dia reboot paling mematikan diantara yang lain (karena waktunya paling lama). Selain aktif berperan sebagai soldierreboot dengan nomor diatas 120 juga diberikan tugas untuk men-training reboot-reboot baru, dan Wren adalah salah satunya. Lima tahun kemudian, saat Wren berusia 17 tahun, dia menikmati sekali perannya sebagai seorang trainer reboot baru. Dan sejauh ini, Wren hanya melatih reboot dengan nomor tinggi yang survival skill-nya sudah tidak diragukan lagi. Tapi, seorang reboot baru dengan nomor 22 bernama Callum Reyes membuat Wren penasaran dimana akhirnya ia memutuskan untuk menjadi pelatihnya. Callum, yang hanya meninggal selama 22 menit sebenarnya bisa dibilang sangat manusiawi, jauh berbeda dengan Wren yang sifat-sifat emosionalnya hampir tidak terlihat lagi. Tapi dengan adanya Callum yang cenderung lemah, ditambah sosoknya sangat bawel dan banyak tanya bahkan memiliki tendensi tidak mematuhi peraturan, pada akhirnya Wren diperintahkan untuk  mengeliminasi Callum. Wren yang selama ini adalah reboot “normatif” dan selalu patuh pada perintah yang diberikan, mulai mempertanyakan keputusan yang diberikan kepadanya. Dan dari situ, serta beberapa fakta lain yang ia temukan terkait HARC, rencana pembelotannya dimulai.

Wokeh. Bahasa ulasan saya kaku banget. Saya nggak ngerti gimana mau mbahas dengan bahasa yang cenderung santai. Intinya adalah, buku ini bagus. Saya enjoy baca dari halaman pertama sampai terakhir. Dengan pace yang cepat, saya tidak merasa bosan. Bahkan hanya dalam beberapa hari saja saya sudah tamat baca ini buku (mengingat sekarang saya kalau baca buku cenderung lama). 

Saya bilang sih ide ceritanya cukup oke buat sci-fiI mean, memang sekarang sudah banyak tokoh perempuan yang tough dan jagoan, tapi novel ini entah kenapa bisa memberikan cerita yang cukup fresh buat saya. Dan saya cinta banget sama flow-nya, sumpah. Di awal, Wren yang digambarkan sangat tangguh, dingin, dan kaku, lama-lama setelah bertemu dan bergaul dengan Callum, jadi sosok yang pelan-pelan lebih hangat, lebih emosional. Dan perubahan itu terjadi dengan smooth. Nggak dadakan. Dan saya menikmati banget peran Callum di situ. Meskipun saya nggak sampai jatuh cinta sama Callum seperti saya jatuh cinta sama Peeta di Hunger Games, saya tetap suka sosok Callum yang di saat-saat tertentu bahkan bisa membuktikan kalau dia lebih tough dari Wren.

Buat yang suka sci-fi dan fantasy, bukunya direkomendasikan. Dan setelah saya cek akun si pengarang di twitter, ternyata movie right-nya sudah dibeli sama salah satu production house di Amrik sana. Tapi entah kapan ini buku mau dibikin film. Yang jelas, saya nunggu-nunggu buku ke duanya. Jelas karena ending-nya cukup nggantung dan bikin saya penasaran.

2. Don’t You Forget about Me (by Alexandra Potter)



Well, sebenarnya saya nggak familiar dengan Alexandra Potter karena saya juga jarang sekali sebenarnya baca buku-buku dengan genre romantis (selain Nicholas Sparks dan beberapa chicklit lain). Tapi saya udah bilang kan kalau saya tertarik banget sama buku ini gara-gara judul dan tag-line-nya? Ehm.

Jadi, sedikit review, tokoh utama di buku ini yang namanya Tess, baru saja diputusin sama pacarnya, Seb (yang digambarkan sebagai sosok yang perfect dan oke banget). Jelas karena patah hati, Tess bertanya-tanya kenapa si Seb sampai bisa mutusin dia. Bahkan dia mulai mengingat-ingat salahnya apa sampai-sampai hubungan mereka harus berakhir. Akhirnya, di suatu malam Tahun Baru, sendirian di apartemen, dan sambil memilah-milah barang-barang kenangannya dengan Seb, Tess melakukan sebuah ritual yang menurut salah satu saluran TV merupakan ritual tahun baru masyarakat tertentu. Tess membakar semua barang kenangannya ke perapian sambil berharap dia nggak pernah ketemu dengan Seb. Dan pagi harinya, dia baru sadar kalau permohonannya terkabul. Merasa mendapatkan kesempatan ke dua untuk memperbaiki hubungannya dengan Seb, Tess lalu merencanakan dengan matang setiap langkahnya untuk merebut hati pujaannya.

Well, cukup klise sih ceritanya kalau saya bilang. Bahkan bisa dibilang, formulanya sudah banyak ditemui di film-film Hollywood. Tapi memang yang menarik dari buku ini adalah cara penceritaannya. Meskipun saya pada dasarnya nggak nge-fan banget sama tokoh utamanya (si Tess ini), ada beberapa bagian yang bisa membuat saya terharu sampai menitikkan air mata. Dan ending-nya, well.. pastinya sudah bisa ditebak happy ending

Saya sih merasa buku ini mengajarkan kepada kita para wanita untuk tetap move on meskipun patah hati, sakit hati, marah dan benci-sebencinya kalau pas diputusin misalnya. Dan satu kalimat yang saya suka sekali dari sini adalah, “You need both the sun and the rain to make a rainbow”..

Direkomendasikan bagi yang suka chicklit. Tapi saya sih tidak menganggap buku ini spesial-spesial banget.. :D
Jujur saya malah agak kecewa dengan ceritanya. Sebenarnya lebih karena saya sudah punya ekspektasi tersendiri dengan jalan ceritanya (mengingat dari proses awal beli pun sebenarnya katarsis banget). Bayangan saya si Tess beneran amnesia dan nggak inget pernah pacaran sama si Seb (seriously, this was totally on my mind), eh, ternyata yang “amnesia” malah semua orang selain Tess sendiri. Nggak asik sih.. XD But well, it’s a good read. Bacaan yang ringan dan menghibur..

***

Dua buku yang saya review memang njegleg banget. Bahkan genre-nya sangat jauh.. Tapi karena saya lebih suka buku-buku petualangan dan fantasy, saya lebih suka Reboot-nya. Dan saya bersyukur banget feeling saya tidak membiarkan buku itu lepas dari genggaman. Meskipun buku ke dua belinya dengan latar belakang emosional yang luar biasa..
And the funny thing is, dua karakter di kedua buku ini punya nama belakang yang mirip;  Wren Connolly dan Tess Connelly. How weird is that? :p
Maybe these books were meant to be bought together by me.. *maksa*


Well, then. Sekarang target saya adalah menyelesaikan Awaken-nya Meg Cabot.
Oh iya. Dan saya sudah baca Inferno punya Dan Brown.. Bagus! Meskipun seolah butuh waktu bertahun-tahun buat menyelesaikan buku itu saking lamanya. *lol* Tapi Angels & Demons tetap menjadi buku favorit saya dari pengarang yang satu ini.. :D


So, grab a book and start reading.. :)