Thursday, November 24, 2011

Meet Gonzalo, si Sanca Papua

Minggu lalu, pas saya nginep di rumah Om, ni uler masih biasa aja (baca: nglungker mulu).
Baru pas saya udah mau pulang, eh.. tiba-tiba yang punya (a.k.a sepupu saya) memutuskan untuk mandiin si Gonzalo (Higuain??) ini. Jadi akhirnya, untuk pertama kalinya, saya liat si uler ijo yang lumayan scary ini.. muhuhu..


Udah mikir si uler bakalan dicium

Gigit aja tuh, si Tian.. :p

Dibiarkan lepas begitu saja -____-

Pengen pacaran sama karpet

Gonzalo, lain kali kalo aku pas maen, kamu makan tikus ya.. Biar bisa tak liat.. :ppp
*ngarep mode: on*

Saturday, November 19, 2011

Ngungsi euy..!! Ngungsi..!!

(Di malam yang sepi krik-krik dan ditemani oleh dua orang dan satu kucing yang sudah tertidur)

Oke. Jadi ceritanya, saya lagi ngungsi di rumah Om. Nggak, nggak banjir kok (na'uzubillah). Lagi pengen ngungsi aja. Pengen cari suasana yang nggak lebih krik-krik dari kosan.
Dan ternyata, malam-malam gini, saya malah jadi pengen nulis. Jadilah, ditemani si Kitty (inget kan si kucing yang fotonya dipasang tempo hari?) yang ternyata nama sebenarnya adalah "Kid" yang tidurnya udah mirip kucing mati gara-gara dicolek-colek tetep nggak bangun (dan saya ragu jangan-jangan dia titisan jin. Habisnya, awal nengok dia masih pules. Habis itu ngilang entah kemana. Eh, sekarang ada lagi, masih tidur pules juga.. *garuk-garuk* Ato dia kalo tidur, instead of sleepwalking, penyakitnya adalah 'being invisible'? *semakin ngaco*)..

Anyway.. Nggak ada sih yang bisa diceritain kali ini kecuali kegiatan membosankan (seperti mencuci, menyapu, beberes kos, dan lain-lain). Tapi berharap besok ada hal seru yang dilakukan bareng si "kid".

Terhitung saya sudah nguap lima kali dalam sepuluh menit. Saatnya menjelajahi alam mimpi bareng si "kid" juga.. :)


Friday, November 18, 2011

Proyek Lama ini Tiba-tiba Ada (Lagi)


Tiba-tiba nemuin tulisan yang sebenernya ditulis buat proyek blog temen saya. Cuma karena sampai sekarang ni tulisan nggak di posting, dan karena tiba-tiba saya jadi nostalgila baca ini, maka diputuskan untuk men-share tulisan (nggak) bermutu ini.. :ppp


(No) More JobSeeking

Jobseeker: sebuah kata yang terdengar cukup keren. Entah kenapa istilah-istilah bahasa asing terdengar lebih merdu di telinga. Padahal kalau kita terjemahkan bebas, saya yang menyandang status jobseeker ini sama saja dengan pengangguran. Keren kah? Not so much.

Lulus kuliah adalah salah satu cita-cita saya yang jadi prioritas. Selain karena biaya pendidikan sekarang mencekik leher, lama-lama berkutat dengan tugas kuliah adalah sesuatu yang sangat membosankan. Pada akhirnya, setelah kuliah selesai, ambisi yang harus diraih adalah bekerja. Tumbuh dalam masyarakat yang kolektif, nilai dan norma adalah sebuah aturan tidak tertulis yang mau nggak mau harus dilakukan. Dan norma orang yang suah lulus kuliah adalah kerja (kalau nggak kuliah lagi tentunya). Pemikiran seperti itu tumbuh bukan hanya karena doktrin sedari kecil, tapi juga atas dasar kebutuhan yang sekarang semakin menjadi-jadi. Hidup butuh makan, makan butuh uang, lalu darimana datangnya uang kalau nggak bekerja? Bisa saja saya berharap akan ada hujan uang, tapi sekhusyuk apapun saya berdoa tidak akan pernah terjadi hujan uang. Jadilah ambisi selanjutnya yang sesuai norma sosial itu mesti saya lakukan: bekerja.
Bayangan saya dulu, nunggu kerja setelah kuliah nggak semerana ini. Bayangan saya dulu, kekosongan waktu bisa diisi dengan hal-hal yang menyenangkan, hedon, dan bebas dari tuntutan dosen dan tenggat waktu segala macam. Nyatanya, saya tidak mempertimbangkan sebuah fakta yang harus dirasakan sembari menunggu panggilan kerja: kegalauan. Ya, hidup saya nggak tenang karena nggak dapet-dapet kerja. Yang lebih parah, orang lain seakan-akan menuntut kita segera mendapatkan kerja, kalau perlu kerja apapun, yang penting kerja. Heck, tau apa mereka? Dipikirnya saya nggak nyari kah? Dipikirnya saya nggak frustasi kah? Sudah banyak yang menilai (meskipun secara tidak langsung) saya ini useless gara-gara nggak ada kegiatan yang menghasilkan. And here it goes: curahan hati seorang jobseeker.

Kuliah di psikologi itu susah-susah gampang cari kerja yang pas. Dulu katanya, psikologi bisa kerja di mana aja, asal ada manusianya. Tetapi tetap saja tergantung perusahaan/lembaga itu butuh lulusan psikologi apa nggak. Masih juga harus menimbang apakah ilmu saya akan terpakai dengan maksimal, separoh, secuil, atau malah terbuang percuma. And I'm telling you, perusahaan-perusahaan impian yang besar dan ternama tidak selalu membutuhkan lulusan psikologi, kecuali kalau memang ada yang menerima semua jurusan. Jadinya, selain karena demand yang cukup terbatas, saya juga masih harus mempertimbangkan apakah saya mau melamar yang ini? Honestly, se-desperate-desperate-nya saya, bukan berarti setiap kerjaan yang bisa saya apply harus saya lamar. Separah apapun rerasan dan dengung bisik-bisik orang di telinga karena status 'jobless' saya, saya masih memegang prinsip: cari kerja harus yang cocok dan pas buat saya. And that's hard. So friggin' hard.
Sejauh ini saya banyak menemui perusahaan yang maunya cari tenaga yang berpengalaman. Persaingan pun tidak hanya terjadi antarteman seangkatan. Senior-senior yang kadang jadi grasshopper pun ikut jadi saingan. Pada akhirnya, ada rasa frustasi tersendiri, kalau semua perusahaan maunya cari yang berpengalaman, gimana nasib para fresh-graduate yang belum punya pengalaman seperti saya? Tidak pantaskah kami-kami ini dapat pengalaman juga? *sigh*

Rasanya campur aduk mendengar kabar yang datang dari teman seperjuangan ketika mereka akhirnya mendapatkan pekerjaan impian. Di satu sisi, rasa senang itu ada. Namun di sisi lain, rasa dominan yang timbul adalah mengasihani diri sendiri karena nasib (saya) tidak seberuntung mereka. Pemikiran 'dunia nggak adil' mungkin sudah beratus-ratus kali mengiang-ngiang di kepala saya. Namun sekeras apapun saya mengeluh, menangis, atau bahkan meratap, toh pekerjaan nggak akan tiba-tiba datang ke saya. Dan pada akhirnya saya mulai belajar untuk berhenti mengasihani diri dan membelokkan rasa frustasi itu menjadi sebuah ketangguhan. Mungkin memang sudah saatnya saya merasakan keringat yang setetes demi setetes saya keluarkan ketika berjuang mendapatkan job impian saya. Mungkin memang sudah sewajarnya saya merasakan pahitnya kerikil-kerikil keputusasaan sebelum akhirnya saya menikmati hasil jerih payah saya nanti.

Di tengah-tengah kemeranaan status saya sebagai jobseeker, saya hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti, penantian saya yang sudah cukup lama ini berbuah manis. Saya memang masih bingung ketika ditanya mau kerja jadi apa. So, satu poin yang saya harapkan dari sini; mungkin lebih baik menunggu agak lama untuk mendapatkan satu job yang memang pas buat saya dan bisa menjadi perantara aktualisasi diri daripada saya langsung dapat job saat ini juga tapi harus menghadapi kemungkinan nggak cocok dan keinginan resign hanya karena terdesak status untuk menjadi employee

Well, better wait and pray ...

Postingan Ini Isinya Penuh Curhatan


(Di tengah-tengah ngerjain PR dari kantor, sempet-sempetnya masih ngeblog)

Yak, nyamuk di sini gedhe-gedhe, ganas-ganas, dan buanyak bangettt!!!
Apakah semua kota besar nyamuknya begini??? Apa cuma Jakarta doang?? *siap-siap pegang raket nyamuk

I must say, raket nyamuk adalah a must item kalo mau stay di sini. Sumpah ya.. tanpa raket nyamuk, hidup saya bakal merana *lebay*..

Anw, meskipun tugas di kantor belum numpuk (masih serasa freelance dan pekerja suka rela, mabur sana-sini), ternyata banyak banget yang bisa dipelajari. Nggak cuma masalah input data, skoring, bikin report, ngedit report, ato liat administrasi tes, bla bla bla. Saya juga dapet tips berkerajinan-tangan membuat semacam paper bag mini buat souvenir (Udah ahli lho.. :p), even sekarang malah (sedang dimanfaatkan sama bos) translate service proposal ke bahasa Inggris. Wkwkwk *curcol mode: on

Anyhoo.. First week (plus dua hari) went well. Yang agak marmos sebenernya adalah fakta bahwa modem saya malah disfungsi kayak gini. Duh! Di saat saya udah dapet paket internetan, eh.. malah modemnya yang rusak! *emosi*
Bahkan saya belum make tu paket internetan satu jaaaaammmm... > < (damn modem!!! 40ribu terbuang sia-sia.. *sniff*)
Alamat ngenet tambah susah nih.. Secara laptop saya buat wireless-an rada disfungsi juga, sekarang malah modem juga rusak! Belum lagi di kantor nggak bisa free using internet coz ditakutkan virus bakal menyebar ke database dan semua data ilang. Astaga! Terus saya ngenet pake apa ini?? *benturin jidat ke tembok*
Meskipun hati ini masih bisa tenang-tenang saja (selama ada pulsa di hape buat internetan) tapi kan tetep aja nggak bisa donlot.. T______T
Saya juga belom ngeh warnet-nya dimana (ketahuan banget belom kemana-mana).. Nggak update film juga..!!!! *gigit bantal-guling di kamar*

Rasanya blog hari ini jadi semacam tempat sampah. Ah, sudahlah...
*kembali menekuni proposal*

Tuesday, November 15, 2011

My OWN Room..!!! (Orang laen mau masuk harus ketuk. Yeah~)


Ini memang pertama kalinya saya jadi anak kos.
Dan di sinilah petualangan saya menjadi anak kos-yang-harus-hidup-ngirit dimulai...

Bisa buat sleepover nih.. XD

Meja yang sangat amat berantakan

Salam dari KURO, si kura-kura mirip dino yang baru.. :p

Jodoh #1 [Status: Ditemukan!!]


Finally, setelah berbulan-bulan galau mikirin masa depan, saya bisa icip-icip sedikit gimana rasanya kerja.

Well, masih proses adaptasi. Dan karena di tempat saya bekerja nggak ada yang namanya training (secara formal), mau nggak mau di awal-awal kerja harus melakukan hal-hal berikut ini:
1. Bengong (ini hanya berlaku untuk hari pertama, lebih tepatnya jam-jam pertama)
2. Mbantuin apa aja yang bisa dibantuin (serasa pekerja serabutan)
3. Nanya (berkali-kali, sampai mungkin yang ditanyain dongkol :p)
4. Jadi anak baik yang mau belajar dan ngikutin bimbingan senior-senior, terutama bos (kalo ini mah harus)

Seenggaknya, di kantor (yang kita sebut rumah), saya menemukan keluarga baru. Dengan orang yang asik-asik (ada yang gila juga. Hey, ternyata satu almamater *pasang tampang pura-pura nggak tau*), baik-baik, dan suasana yang homey, saya bisa bilang, so far saya betah.

Perjalanan masih panjang, jadi terlalu prematur kalau disimpulkan sekarang. Tapi yang pasti, inilah jodoh saya sementara ini (Amiin).. :DDD

Tebak! Ini di mana..?? :D


My desk, yang masih kosong melompong..


Bandingkan dengan yang ini.. wkkkk

Monday, November 14, 2011

Nature Calls


Terinspirasi dari delapan jam perjalanan Jogja-Jakarta..

Yeah, saya sedang menuju tempat tujuan untuk mencari sesuap nasi. Jakarta. Tempat banyak orang berbondong-bondong untuk mengadu nasib. Tempat banyak orang datang untuk mencari kesejahteraan (yang terkadang malah bikin nasibnya nggak berubah, worse, tambah ngenes). Dan dulu, saya termasuk orang yang berpikir Jakarta akan menjadi prioritas kesekian untuk jadi tempat mengadu nasib. Faktanya, saya harus menelan ludah sendiri. Ironis memang..

Anw, perjalanan selama delapan jam dengan KA Fajar Utama ini saya tempuh dari pagi sampai sore. Ada perbedaan memang ketika naik kereta di pagi hari dibandingkan malam. Rasanya anak kecil juga tahu kalau perbedaannya terletak pada kegelapan. Yep, naik kereta di malam hari, saya nggak bisa liat pemandangan. Tapi naik kereta di pagi hari, saya jadi bisa melihat ke luar jendela, dan mencoba meresapi apa yang saya lihat di luar sana.

Oke. Mungkin memang membosankan ya, lihat ke luar jendela kereta api kalau faktanya jalanan yang dilewati adalah jalan pelosok yang isinya cuma sawaaaaaaah melulu. Memang, sepanjang perjalanan, tidak ada pohon cypress, oak, willow, atau maple maupun sycamore (dua pohon terakhir ini kandidat pohon favorit saya meskipun saya nggak pernah lihat secara langsung) yang bertebaran di negara empat musim. Sepanjang perjalanan, yang saya lihat cuma pohon kelapa, pisang, mangga, jati, dan pohon-pohon tropis (biasa) lainnya yang sering tumbuh di daerah pedesaan yang sepi, termasuk sawah-ladang yang isinya padi atau jagung.
Tapi entah kenapa ketika saya melihat keluar jendela, saya merasa ada sesuatu yang memanggil. Mungkin saya memang terlalu sensitif, tapi memang dari situ saya seolah disadarkan kalau ternyata Indonesia itu baguuuuussss banget (minus kumuhnya daerah pinggiran rel atau pemukiman padat yang kebanyakan rumahnya cuma papan-tempel-tempel). Pun saya juga merasa ada kehidupan rahasia di balik itu semua. Rasanya takjub mengamati orang-orang melakukan berbagai aktivitas dari pagi sampai sore hari. Petani memanggul cangkul dan berjalan ke sawah, bapak/ibu naik sepeda ke sawah/ladangnya, atau anak sekolah yang sedang dalam perjalanan pulang, dan yang cukup unik dan beda, ketika ada bapak-bapak yang potong rambut di persimpangan jalan, dikelilingi beberapa orang.

Ada satu magnet yang membuat saya tidak bisa melepaskan pandangan dari jendela. Setiap saya melihat seseorang melakukan sesuatu, pikiran saya selalu melayang, membayangkan skenario, kira-kira proses apa yang mereka lalui saat melakukan apa yang mereka lakukan saat itu. Selain orang, pemandangan sawah pun bisa memukau. Mulai dari membandingkan petak-petak sawah yang padinya hijaaaaauuu banget, sampai terlihat seperti rumput palsu, dengan petak-petak sawah yang kering kerontang, coklat berhektar-hektar.

Ada satu keunikan yang sampai sekarang nggak pernah bisa saya lupain. Ketika melewati satu bentangan sawah yang luasnya entah berapa (saking luasnya), saya melihat satu bukit kecil, yang bentuknya kira-kira seperti satu bola dunia dibelah separo dan belahannya ditaro di tanah, dengan diameter mungkin sekitar 30 meter, di atas puncaknya ada pohon mangga besar yang rimbun dengan batang yang bercabang-cabang, dan di bawah pohon mangga itu, ada kuburan. Entah kenapa terlihat nyeni sekali.

Yeah, saya tahu itu kuburan. Cuma seberapa seringkah kita melihat satu bukit kecil dengan pohon besar di tengahnya, di tengah-tengah sawah yang luasnya sangat luas sekali itu, dan ternyata bukit kecil yang unik itu punya fungsi dobel, kuburan (selain tempat berteduh tentunya <<-bayangan tempat berteduh ini hanya imajinasi saya, tapi plis deh, sepertinya nyaman banget duduk-duduk di bawah pohon mangga itu sambil mengamati gerak-gerik orang dari atas bukit).

Oia, selain sawah, yang bertebaran banyak sekali adalah lahan kuburan (beberapa dengan banyak pohon kamboja di sekitarnya). Yah, secara kan sistem pentreatment-an orang meninggal di Indonesia lebih condong ke penguburan (ada nggak sih orang Indonesia yang dikremasi? Rasanya kok aneh).

Meskipun ketika berangkat cuaca cerah meriah, matahari bersinar terang, dan udara hangat (panas malah), tapi di beberapa titik, perubahan cuaca jelas terlihat. Separo perjalanan saya lewati dengan melihat mendung menggelantung di atas kereta, awan bergulung-gulung, dan di kejauhan semburat jingga terlihat sejauh mata memandang. Rasanya seperti saya sedang melihat senja, padahal saat itu bener-bener lagi tengah hari.

Intinya adalah, dari perjalanan ini, saya menemukan satu hal sederhana yang sebenarnya ketika dirasakan dengan sungguh-sungguh, tetap memberikan makna yang cukup menggugah. Setidaknya dalam hal ini, saya seratus persen yakin bisa bilang kalau tanah Indonesia itu bagus. Dibalik hingar-bingar kehidupan kota, masih banyak sekali spot-spot yang memberikan pemandangan hijau di mana-mana. Belum lagi ketika dicombo dengan cuaca dan langit yang eksotis. It's beautiful, you see..

Dan sesaat ketika saya memandang jauh ke pegunungan, memang seakan-akan alam memang berniat memanggil..

Friday, November 4, 2011

>> COUNTING DOWN THE DAYS <<


*excited* *worried*