Tuesday, June 28, 2011

I Miss the Melodies ..

Baru saya menyadari sudah berbulan-bulan hobi saya (sok) bermusik terabaikan.. *sigh

I miss my piano (baca: keyboard dengan mode piano). I miss playing my inspiring sheets (baca: musik bagus yang setelah saya mainkan jadi abstrak). I miss my days.. T.T
Sudah beberapa bulan ini saya nggak pernah menyalurkan hobi bermusik saya yang pas-pasan itu. Entah kenapa, sejak saya mendapatkan SKL dulu, saya jarang banget menghabiskan waktu duduk di depan keyboard dan berusaha menjalin not-not kusut yang ada di pikiran saya jadi satu lagu. Apa karena sejak waktu itu saya begitu galau memikirkan masa depan (tsahhhh..) dan jadi nggak mood menyalurkan hobi? Damn, saya menyesallll...!! Saya menyesal karena sekarang saya sudah lupa hampir semua not yang ada di kepala saya.. And reality hits me! I need to learn (again).. *semakin sigh

Sekarang setiap duduk di depan keyboard bawaannya maleeeeessss mulu.. Mau maen lagu apa gitu, setengah jalan langsung nggak minat. Apakah interest saya sudah turun? Atau saya nggak mau main lagi? Nggak mungkin ah.. Terus?? Apakah gara-gara pikiran saya memang terlalu disibukkan dengan masa depan jadinya rada-rada buntu buat melakukan hal yang sedikit membutuhkan effort?

I'm telling you, maen keyboard buat saya nggak segampang mencet tuts dan menghasilkan nada. It's stressful!! Dulu saya butuh satu bulan dan setiap hari latihan hanya untuk memfasihkan dua lembar sheet music Schubert's Piano Sonata in A minor (bayangkan! cuma dua lembar!!). Dan sekarang saya bahkan nggak bisa inget notnya apa aja.. Oh, my god.. It's so pathetic.. -____-"


Dengan background saya yang amatiran kelas teri ini, memainkan keyboard/piano sama dengan siap-emosi-tingkat-tinggi-kalo-nggak-bisa-bisa. Saya inget saya bisa sewot sepanjang hari gara-gara nggak bisa memainkan beberapa measure dengan benar, atau lebih parah lagi, tangan kanan dan kiri nggak mau koordinasi. Dulu koleksi score yang sering saya donlot di internet akan saya print dan pelajari, saya timbang-timbang, kira-kira mana yang lebih gampang dan bisa dilatih dulu. Tapi sekarang? Semua terbengkalai. Ngoleksi doang tapi nggak pernah dimainin. Ah, shoot..
Sepertinya kebutuhan sekunder yang sempat berubah jadi kebutuhan tersier ini akan bergeser lagi jadi kebutuhan sangat amat tersier. T.T

Pengen main lagi..!! Dan pengen bisa latihan lagu susah lagi..!! *something quite impossible this time* *cakar guling-guling*

Thursday, June 9, 2011

Mungkin Tangannya Kepleset?? Oh, I Don't Think So..

Ketika maen ke kosan salah satu teman saya, saya menemukan buku ini: "Mengubah Kepribadian melalui Tulisan Tangan". Yak! Graphology, atau ilmu yang mempelajari tulisan tangan memang pernah saya dengar sebelumnya. Bagi kami mahasiswa psikologi, sedikit banyak ilmu ini pasti familiar. Bahkan nggak sedikit orang yang mengasosiasikan lulusan psikologi sebagai 'cenayang' yang bisa membaca tulisan tangan, tanda tangan, dan hal-hal terkait itu. Padahal kalau dipikir-pikir, sebenarnya graphology adalah cabang ilmu yang berbeda. Setidaknya berdasarkan buku Vimala Rodgers ini. :))

Jadi, apa yang saya pelajari??
First of all, impression saya dulu terhadap orang yang bisa membaca karakteristik orang melalui tulisan tangan. Sekitar semester awal kuliah, saya terpesona oleh salah satu dosen saya yang suka menunjukkan kemampuannya dalam membaca orang lewat penampilan dan tulisan tangannya. Suatu waktu, kami sedang melakukan semacam study tour ke Rumah Sakit Jiwa yang terkenal di Jogja di daerah Pakem, dan melanjutkan perjalanan itu ke Magelang. Di bis, bapak dosen yang terkenal menyenangkan ini membuat suasana tambah rame dengan melakukan 'penerawangan karakter'. Bingung?? Yeah? Jadi gini. Dosen saya itu menunjuk satu orang mahasiswa yang duduk di belakang sendiri, dan mencoba membacakan karakteristiknya. Singkatnya, beliau mengungkapkan karakteristik tersebut berdasarkan cara berpakaian teman saya itu. Eh, setelah dibeberkan semuanya, orang yang 'diterawang' mengakui kalau apa yang disebutkan dosen saya benar adanya. Kami terkagum-kagum. Yang muncul di pikiran saya pertama kali: "Huwaaaaa.. Pak Y keren bangetttt..!!!". Dan untuk membuktikan kebenarannya, dosen saya itu mengulang prosesnya pada mahasiswa lain.
Dari situ bapak dosen mulai bercerita tentang keanekaragaman ilmu psikologi. Intinya, ilmu psikologi itu bisa diterapkan dalam berbagai macam hal. Bahkan saat itu yang belum cukup familiar dan sangat menarik buat saya adalah psikologi warna. :D
Surprisingly, di tengah-tengah perjalanan yang membosankan, dosen saya itu membuat sebuah hiburan dengan membaca tanda tangan mahasiswa yang ada di KTP. Langsung deh banyak yang ngantri, terutama mahasiswa cewek. Saya sebenernya sangat tertarik, tapi waktu itu belum kesampaian karena sudah keburu sampai lokasi dan kemepetan waktu. :(

Dari situlah saya mulai mengenal graphology, didukung oleh ketemunya salah satu buku bersampul warna hijau di perpustakaan kampus yang mengungkap pengetahuan tentang graphology, sayangnya belum sempet saya baca. Buku itu selalu kalah kesempatan kalau disandingkan bacaan buat bahan skripsi (karena terpaksa). -_____-
Pokoknya, sedikitnya saya tau tentang graphology. Dan sekarang tiba-tiba saya menemukan satu buku ini yang nggak hanya mengungkap tentang graphology tapi juga gimana cara mengubah kepribadian lewat itu. Ok. That's the first.. :O

Jadi, pada intinya, si Vimala Rodgers ini menginterpretasikan makna di balik penulisan sebuah huruf. Simple-nya gini: si Rodgers ini membagi abjad menjadi kelompok-kelompok. Ada abjad yang menunjukkan cara komunikasi, pembelajaran, evaluasi diri, kreativitas, status, penghargaan, bahkan kepercayaan diri seseorang. Nah, dari sini, Rodgers menjelaskan typical penulisan huruf tertentu dan makna dari cara penulisan itu. Oke. Sampai di sini yang kita dapatkan adalah pengetahuan dan pemahaman tentang huruf. Tapi ternyata buku ini nggak berhenti di situ. Rodgers juga menyusun sebuah konsep graphoteraphy, yang intinya adalah terapi tulisan tangan. Singkatnya gini deh: Vimala Rodgers ini menciptakan sebuah konsep penulisan alfabet yang dinamakannya Abjad Vimala. Jadi menurutnya, abjad-abjad ini adalah penulisan sebuah huruf secara ideal yang nantinya dapat memaksimalkan potensi yang ada di diri kita. Kalau kata Pak Mario Teguh sih untuk menciptakan kepribadian yang super. Pokoknya, kalau tulisan kita masih ada yang belum sesuai dengan cara penulisan abjad Vimala, suggestion-nya si Rodgers, kita disuruh berlatih untuk menulis huruf dengan cara seperti itu. Tapi satu hal yang pasti: butuh determinasi dan waktu. Saya sudah nyoba dan sumpah ya, susah banget mengubah kebiasaan menulis dengan huruf-huruf baru. Terutama untuk orang dewasa yang notabene sudah cenderung menemukan self-identity dibandingkan remaja yang masih labil dan suka gonta-ganti tulisan. Belum lagi halangan estetis (saya pribadi) yang sering merasa hurufnya kurang oke dan kurang enak dipandang. *sigh

Jujur saya tertarik dengan graphoteraphy. Keknya seru mengubah kepribadian hanya lewat tulisan tangan. Belum lagi pengetahuan bahwa ternyata penggunaan kertas, margin, tanda tangan, lup, ataupun ligatur juga berperan besar dalam manifestasi kepribadian seseorang. Buku ini sangat menggelitik, terutama untuk orang-orang yang punya permasalahan self-empowering dan ternyata menemukannya dalam deskripsi abjad, termasuk saya. Cuma dalam benak saya masih ada yang agak diragukan. See, Rodgers adalah orang barat. Standar kebiasaan menulis yang dia ungkapkan di buku bisa dibilang karakteristik tulisan tangan orang barat yang biasanya latin, atau huruf tegak bersambung (iya nggak sih?? O.oa) yang biasa kita tulis dalam pelajaran bahasa Indonesia SD dengan kertas khusus. Nah, setahu saya, orang Indonesia mah kebanyakan nulisnya pake huruf putus-putus a.k.a bukan latin. Pastinya ada perbedaan dong, coz however, details make differences. Jadi itu yang membuat saya agak bingung. Apa kemudian saya yang sukanya nulis dengan huruf putus-putus harus nulis latin karena ini? Atau jangan-jangan malah konsep kalau nulis huruf putus semua adalah salah? Masak kita mau menyalahkan sistem kita? Ini kan udah pelajaran dari SD, jadi nggak bisa main salah-salahan juga karena ada unsur budaya.
Intinya, kayaknya bakalan menarik kalau nantinya ada penelitian tentang graphology dan terapannya di Indonesia. Mungkin bisa dibandingkan dengan hasil penelitian yang ada di luar sana. Bisa jadi nantinya akan ada buku tentang graphoteraphy yang dibikin oleh orang Indonesia dan bisa diterapkan 100% di Indonesia..
I really hope so.. :DDD

Tuesday, June 7, 2011

I Dare Enough to Talk to Strangers

Beberapa waktu lalu saya dikenalkan dengan sebuah situs chat oleh teman saya. Situs chat ini menurut saya beda. Well, cause we're talking to strangers. Real strangers from around the world! Demi keamanan (nggak pengen dianggap menyesatkan atau malah dianggap promosi, nama situsnya nggak usah disebutin deh ya.. :p)
Pertama-tama, entah apa yang membuat saya pengen nyoba situs ini. Secara kan saya orang yang paling nggak suka ketidakjelasan, apalagi saya nggak hobi chatting (kecuali sama yang dikenal, itu aja jarang). Mungkinkah karena cerita temen saya itu yang pengalamannya bisa dikategorikan sebagai pengalaman cukup fantastis jadi mempengaruhi saya?? Hmm.. entahlah.. Mungkin karena saya begitu kurang kerjaan saat ini dan ingin mencoba hal baru.

So, basically, saya nyoba chatting di situs ini. And as I said, yang kita ajak bicara bener-bener asing. Nggak ada nickname, nggak ada info apapun. Bener-bener random chat. Satu hal lagi, sekali koneksi keputus, berakhir sudah lah percakapan itu. Kemungkinan besar kita nggak akan bisa ngobrol lagi kalau nggak tukar info satu sama lain. Jadi pas mulai dari awal lagi, yang diajak ngomong udah beda. Awalnya, sempet merasa aneh karena sumpah, orang-orang yang saya temuin sangat bervariasi. Mulai dari yang super geje, agak geje, sampai yang normal, dan yang terbaik, menyenangkan. Dan trust me, kebanyakan dari mereka adalah geje.. (-____-)
Situs ini cocok banget buat orang yang suka ngerjain orang. Saya pernah dikerjain satu kali, tapi bersyukur saya nggak kemakan umpannya. Ujung-ujungnya, sebelum saya nanya lebih lanjut, dia udah ngaku duluan. Jiaaahhh~
Untuk saya yang termasuk 'lurus', situs ini jadi sebuah cobaan karena di dalamnya banyak yang ngajak aneh-aneh. Terkadang belom-belom malah udah bikin ilfil. So, mesti pinter-pinter milih temen ngomong. Biasanya, kalau udah menjurus ke hal-hal yang aneh, langsung saya disconnect. Dari sini sebenernya kita bisa lihat mana yang niatnya beneran pengen ngobrol, ato niatan yang lain. Dan saya juga bisa belajar gimana caranya mendapatkan teman ngobrol yang sesuai dan nggak aneh-aneh, yang bener2 bisa memberikan kenyamanan dalam bertukar informasi.
Satu pengalaman menyebalkan adalah ketika saya sudah enjoy ngobrol dengan satu orang, dan menurut saya dia termasuk orang yang nice, tiba-tiba tanpa sengaja saya menekan backspace. Sial! Komunikasi terputus dan saya bahkan nggak pernah tau page dia apa. Nyesel banget! Apalagi sebelumnya dia udah sempat tanya page saya. Dasarnya saya punya prinsip 'you can't be too careful' di sini, jadinya permintaan itu saya hindari, dan dia merespon dengan santai dan sopan. And yeah! hilang sudah kesempatan dapat teman ngobrol yang lucu dan nyambung *sigh*. And believe me, kecelakaan kayak gitu nggak cuma terjadi satu kali.. T.T
Sekali saya dapet temen chatting orang Indo.. Rasanya ternyata emang beda ya.. Dan ternyata yang saya ajak chatting anak 16 tahun, baru lulus SMP (Oh! Ternyata kerjaan anak lulus SMP saat ini adalah ngerjain orang). Jujur jadinya ngaco banget! Ngakak terus dari awal sampe akhir. Mungkin karena pada dasarnya sense of humor-nya sama? Atau karena anaknya terlalu polos dan jujur? Ujung-ujungnya chat harus diakhiri karena dia dipanggil ibunya dan suruh ke minimarket.. xD

Sedikit banyak, pengalaman aneh ini bisa saya jadikan pembelajaran. Mulai dari beberapa orang yang setelah denger saya dari Indonesia, langsung disconnect. Atau beberapa yang nggak ngerti di Indonesia kayak gimana, biasanya malah saya jadi numpang promosi. Atau mungkin curhat gimana perasaan saya ketika orang-orang (bule) pada tau Bali tapi mereka nggak ngerti Indonesia di sebelah mananya Bali.
Yah, meskipun sejujurnya chatting kayak gini agak wasting time, secara kalau udah keasyikan ngobrol jadi keterusan, saya nggak pengen addicted. Berharap ini cuma jadi selingan aja ketika bingung gimana harus membunuh waktu. Dan berharap juga, semoga nantinya nggak nemu orang yang aneh-aneh dan bikin ilfil. :)))