Tuesday, May 24, 2011

I Couldn't Find Happiness in the Closet, Where is It??

Beberapa kali saya menonton film The Pursuit of Happyness. Beberapa kali juga saya menangis melihat perjuangan seorang ayah yang rela melakukan apapun untuk kebahagiaan putra satu-satunya.

Seperti itukah perjuangan yang sesungguhnya? Selama ini berani-beraninya saya bertanya-tanya, apakah yang saya lalui selama ini sudah cukup berat?
Tak bisa dipungkiri kalau saya sering mengeluh dalam melakukan sesuatu. Tak bisa saya tolak kalau selama ini saya sering merasa lelah dengan apa yang saya lakukan. Tapi saya tidak menyadari bahwa terkadang apa yang saya lakukan sama sekali tidak sesulit yang saya keluhkan. Saya hanya kurang bisa membuka mata dan melihat sekitar saya. Saya hanya kurang  bisa melihat perjuangan orang lain yang lebih besar dari saya.

Pernah saya merasa bahwa Tuhan tidak adil. Pernah saya merasa bahwa sudah seharusnya saya mendapatkan apa yang saya inginkan selama ini. Dan sekarang, pantaskah saya bilang seperti itu?

Saya punya banyak mimpi. Saya punya cita-cita. Dan saya yakin suatu hari saya bisa mencapai semua yang saya cita-citakan itu. Saya tak ubahnya sosok ayah dalam "Pursuit of Happyness" yang mencoba mencari kebahagiaan dalam hidup. Bedanya, saya mencari kebahagiaan lebih untuk diri sendiri saat ini. Tapi dia mencari kebahagiaan untuk anaknya, baru dirinya sendiri.

Mungkinkah saya membuka mata di suatu pagi dan menyadari bahwa apa yang saya inginkan tercapai? Bisa jadi. Tapi sampai sejauh ini, belum banyak yang bisa saya rasakan. Pertanyaan lain kemudian muncul. Apakah saya kurang bersyukur?
Manusia tak ubahnya sosok yang addict akan hadiah. Ketika Tuhan memberikan satu, ia akan meminta satu lagi. ketika satu lagi itu sudah tercapai, ia masih berani meminta lagi. Salahkah? Saya tidak bisa menyalahkan karena saya masih sering seperti itu. Saya tidak bisa juga membenarkan karena benar dan salah juga relatif. Lantas?

Saya nggak tahu jawabannya. Yang saya tahu, saya hanya berusaha untuk tidak menjadi orang yang terlalu egois. Saya berusaha untuk menjadi orang yang lebih menghargai apa yang saya punya, dan terutama, lebih melihat apa yang diraih seseorang sebagai buah dari apa yang ia usahakan.
Jadi, saya masih belum mewujudkan beberapa mimpi saya. Hanya satu kemungkinan. Karena saya tidak berusaha sekeras seharusnya. Atau karena saya belum berjuang semaksimal yang saya bisa. Atau yang lebih klise lagi, karena takdir memang belum mengijinkan demikian.

Apa yang mereka bilang itu? Penyesalan selalu datang terlambat?
Ya, ada bagian dari diri saya yang menyesal karena saya tidak menyadari hal ini sedari dulu. Tapi bagian diri saya yang lain meyakinkan saya bahwa tidak ada kata terlambat. Sounds too cliche? Mungkin. Tapi itu yang benar-benar saya rasakan selama ini. Bagaimanapun, cliche adalah bagian dari kehidupan.

Jadi, saat ini saya ingin menyemati diri saya, "You go, Girl!!!"

No comments:

Post a Comment